Ada yang Manis

Daftar sinema Korea Selatan yang mengusung tema zombie sekarang makin bertambah satu dengan kedatangan Alive— yang punyai tulisan sah #Alive.

Diperankan dua aktris papan atas Negeri Ginseng, Yoo Ah In serta Park Shin Hye, Alive jadi pemuas dahaga pencinta film yang pernah puasa tonton sebab epidemi Corona. Faktanya baru lima hari tampil, film ini telah menarik sejuta pemirsa.

Seseru itu filmnya?

Alive dibuka tanpa ada banyak basa-basi atau teori yang berbelit-belit. Pemirsa didudukkan di muka monitor bersama-sama Joon Woo (Yoo Ah In) yang demikian bangkit dari tempat tidur langsung merasakan jika kotanya pada kondisi chaos.

Beberapa orang di jalanan yang lari kalang kabut, anak yang menggerogoti ibunya, sampai tetangga apartemen yang beralih jadi zombi, semua dilihat dengan mata kepala Joon Woo sendiri.

Terpisah dari keluarga, Joon Woo harus bertahan di apartemennya sendirian. Apesnya, dia belum berbelanja bahan makanan. Akhirnya, dia harus bertahan hidup dengan stok makanan apa yang ada.

Hari untuk hari, semangat hidup Joon Woo semakin tipis. Hingga kemudian waktu ada di titik nadir, dia baru mengenali jika tetangga seberang apartemennya masih hidup: seorang gadis muda namanya Yoo Bin (Park Shin Hye).

Semangat yang pernah padam itu kembali lagi tumbuh. Kedua-duanya berkemauan untuk menantang serta keluar dari apartemen mereka hidup-hidup.

Rasa-rasanya gampang sekali menarik satu simpulan masalah film yang sekarang sudah disiarkan di basis Netflix. Yaitu jika salah satunya kemampuan penting film ini, malah ialah situasi dunia selama 2020 yang dirundung epidemi. Anjuran dari tv Joon Woo supaya masyarakat tidak keluar dari rumah, berasa seperti deja vu yang tiba dari TV punya sendiri.

Ditambah lagi Joon Woo dilukiskan untuk figur milenial yang tidak begitu mengawang. Ciri-khasnya membumi, berasa masuk di kehidupan setiap hari. Suka gaming serta nge-vlog—termasuk saat karantina—lumayan melek tehnologi, serta disayang orang-tua.

Yoo Ah In hidupkan ciri-ciri ini dengan benar-benar baik. Gestur mikronya waktu mengetahui jika vlognya berasa percuma atau adegan emosional tentang keluarga, dikatakan sama apiknya.

Sesudah sequence pembuka yang meningkatkan tekanan serta diteruskan dengan melodrama yang mengendorkan urat saraf, Joon Woo dan pemirsa berteman dengan Yoo Bin. Wanita muda yang tidak demikian jelas asal-usulnya, tetapi punyai beberapa karakter yang “super”. Tidak cuma pemberani serta baik hati, dia kuat—setidaknya dalam menantang zombi.

Kedua-duanya selanjutnya dilukiskan melalui beberapa momen yang cukup manis—walau tidak seutuhnya romantis. Walau terhambat jarak, kedua-duanya merajut komunikasi dengan HT, sama-sama kirim bahan makanan, serta ternyata punyai persamaan masalah hasrat mi instant.

Cuma sayangnya, beberapa momen manis ini jadi awal mandegnya peningkatan ciri-ciri-karakter dalam Alive. Eksplorasi pada ciri-ciri Joon Woo untuk tokoh penting berasa tidak dalam, serta film garapan sutradara Cho Il ini lalu jatuhnya cuma mengutamakan faktor survival.

Film ini semakin dibikin simpel, sebab tokoh antagonis dalam film ini ringkas cuma zombi semata, yang perselisihan keperluannya dengan tokoh penting cuma satu. Yang satu ingin mengonsumsi, lainnya ogah dikonsumsi. Serta mayat hidup ini juga dilukiskan tanpa ada formula baru, tidak jauh lain dengan beberapa sinema dalam jenis ini awalnya.

Memang benar ada satu perselisihan sama-sama manusia yang ditemui Joon Woo dalam perjalanannya selamatkan diri. Tetapi ini juga berasa sebatas menumpang melalui sebab timbulnya ujug-ujug ditengah-tengah film tanpa ada dibuat semenjak awal.

Walau demikian, Alive pasti masih dapat di nikmati. Khususnya buat pemirsa yang suka dibikin deg-degan dengan topik survival.

Situasi tegang waktu konfrontasi dengan zombi bertambah lebih terjaga, dengan visual beberapa mayat hidup yang dibuat cukup memberikan keyakinan. Cuma satu catatan untuk komponen ini: banyak jalan keluar yang berbentuk bertepatan, hingga kemungkinan akan membuat geregetan beberapa pemirsa yang gawat pada beberapa hal semacam ini.

Alfred Riedl wafat di Wina, Austria di umur 70 tahun. Dia jadi juru strategi Tim nasional Indonesia pada 3 edisi piala AFF di tahun 2010, 2014, serta 2016.

By Brad

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!